Monday, August 10, 2009

Beranilah bermimpi


“…. Sampai malam ia mengayuh becaknya, namun keinginannya untuk bisa menyisihkan uang hari ini untuk tabungan kurbannya belum tertunaikan. Dan akhirnya dia menghentikan becaknya untuk sholat isya’.

Seusai sholat itu, dia ditanya seseorang jamaah mengapa dia menarik becak sampai begitu malam. Lalu dia menjawab, bahwa dalam bekerja menarik becak ini, dua hal yang menjadi tujuannya. Pertama, hasil dari upanyanya itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Istri dan anak-anaknya. Yang kedua, dia ingin bisa setiap hari menabung Rp 500 untuk bisa berqurban pada Iedul Adha ketika itu. Namun hari itu keinginannya ke dua belum terpenuhi. Untuk itulah mengapa ia tidak kunjung pulang sampai malam. Berputar-putar mencari pelanggan….”

“…. Bukan kebetulan kalau Alloh menggerakkan hati bapak yang bertanya tadi sehingga bapak tadi minta abang becak itu mengantarnya ke suatu tempat. Yang ternyata hanya berputar-putar tanpa tujuan. Bingung abang becak itu dibuatnya, namun akhrinya dia tahu, bahwa bapak itu hanya ingin membantu menyelesaikan “goal”nya untuk hari itu agar ia bisa menabung untuk berkurban. Subhanalloh…..”

“……Satu tahun kemudian, di depan rumah abang becak itu berdiri seorang lelaki yang pernah dikenalnya pada sholat isya” tahun lalu. Bapak yang pernah menolongnya itu minta diantar dengan becaknya ke suatu tempat. Tak lupa bapak itu mengingatkan abang becak itu untuk membawa KTP. Ternyata…… bapak itu adalah salah seorang hamba Alloh pemilik KBIH yang ingin mensodaqohkan sebagian hartanya dengan mengundang abang becak itu ikut menunaikan ibadah haji……”

Tiba-tiba jantung saya sepertinya berhenti sepersekian detik mendengar kisah yang luar biasa itu. Dalam waktu yang bersamaan, 70 orang abang becak yang hadir dalam taklim itu sepertinya berhenti bernafas. Suatu akhir cerita yang sangat tidak bisa kami perkirakan sebelumnya. Rasanya saya ingin keluar dari majelis taklim abang becak sore itu karena malunya. Malu yang tiada terkira. Malu karena selama ini ternyata saya belum melakukan apa-apa. Malu karena belum pernah berani bermimpi besar urusan ibadah.

Berani bermimpi besar untuk ibadah!Bukankah abang becak itu telah berani menorehkan mimpinya untuk berani berqurban, meski rasanya itu jauh dari mungkin dengan pendapatannya yang begitu minim? Bukankah abang becak itu telah berani mengejar syurganya dengan kerja keras dan berani membayar resikonya?

Lalu saya teringat iklan oli sepeda motor, yang motornya tiba-tiba menjadi kecil karena kebesaran dan kebagusan kualitas motor pesaingnya. Seperti itulah keadaan saya ketika itu. Sangat menyedihkan. Tiba-tiba saya menjadi sosok kerdil dibanding abang becak itu. Bagaimana saya tidak merasa menjadi kecil dibanding sosoknya, karena selama saya berqurban pada hari nahr, tidak pernah sekalipun saya merencanakan berapa hewan qurban yang akan kami sembilih untuk menunaikan sunnah Rasulullah ini.

Padahal saya tahu bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, ‘Tidak ada amal yang dikerjakan oleh seorang hamba pada hari Nahr/Iedul Adha yang lebih dicintai oleh Alloh dari pada menyembelih qurban (HR Hakim, ibnu Majah dan Tirmidzi).

Saya tahu itu tapi ternyata saya tidak mengerti.
Kalaupun kami berqurban, itupun kami lakukan tanpa perencanaan. Itupun biasanya kami bicarakan pada saat-saat menjelang bulan Dzulhijjah. Dan kami berqurban begitu saja, seolah-olah itu memang hal yang seharusnya kami lakukan. Bukankah hal ini karena kasih sayang Alloh semata kepada kami bahwa kami diizinkan untuk bisa berqurban? Bukankah karena kemurahan Alloh kami memiliki rezkinya sehingga kami mampu burqurban? Bukan karena kami siapkan jauh-jauh hari. Bukan karena kami rencanakan seperti kami merencanakan urusan dunia. Urusan membangun rumah, urusan sekolah anak-anak, urusan investasi dan urusan-uruan yang membuat kita mau berpeluh peluh…

Kalaupun kita merasa mampu berqurban setiap tahun, alangkah berbeda hasil akhirnya kalau kita jauh-jauh hari merencanakannya. Pernahkah kita mempunyai “goal” bahwa tahun depan kita akan berqurban 2 ekor sapi, yang biasanya tanpa perencanaan kita mampu berqurban 5 ekor kambing? Kalau abang becak tadi mampu menyisihkan Rp. 500 perhari untuk bisa berqurban 1 ekor kambing. Bukan hal yang mustahil bukan kalau kita yang katagori “mampu” bisa berqurban 2 ekor sapi. Pernahkah kita mau berpeluh dan berdebu untuk bisa mengejar 2 ekor sapi qurban? Yang sebenarnya tanpa upaya kita bisa menyerahkan 5 ekor kambing kepada panitia qurban?

Biasanya kita ahli untuk perencanaan-perncanaan yang berhubungan dengan urusan dunia, namun tidak untuk urusan-urusan akhirat. Prioritas perencanaan biasanya dikuasai urusan dunia untuk semua lini. Namun untuk urusan akhirat, kita investasikan dari barang sisa. Waktu sisa, dana sisa, tenaga sisa, pikiran sisa dan sisa-sisa lain yang memang sudah sedikit.

Tapi abang becak itu telah memberi kami tarbiyah. Mungkin beliau tidak pernah mendatangi taklim seperti biasa kami lakukan. Namun tarbiyahnya mengalahkan dari puluhan taklim yang kami datangi. Tarbiyahnya tidak saja untuk hewan qurban, namun tarbiyahnya membuat kami berani menorehkan mimpi untuk merencanakan urusan akhirat kami yang lain. Tarbiyahnya membuat kami berani bekerja keras untuk mewujudkan mimpi itu. Ternyata tidak ada yang tidak mungkin kalau Alloh berkehendak, tidak ada yang tidak bisa kalau kita mau melakukan ihtiarnya dan diijinkan Alloh. Dan yakin, kalau kita mau berdagang dengan Alloh pasti Alloh akan membalasnya dengan balasan yang terbaik.

Hari menjelang mahgrib ketika taklim itu berakhir. Dan kami pulang dengan membawa harapan dan keberanian untuk mewujudkan banyak rencana untuk berdagang dengan Alloh. Bismillah…..

diambil tanpa permisi di www.nurulhayat.org

No comments: